Sejatinya, guru adalah ujung tombak dalam proses Pendidikan. Guru dalam menjalankan beragam aktivitasnya bukanlah hal yang mudah. Guru dengan segala persoalan yang dihadapinya, perlu diperhatikan dari pemerintah dan masyarakat, mulai dari kesejahteraan guru, berbagai kasus yang mencoreng nama guru, hingga hilangnya fungsi mendidik bagi guru.
Isu-isu pendidikan, termasuk profesi guru tidak pernah habis dibicarakan. Apa yang dilakukan guru menjadi perhatian serius bagi masyarakat. Apalagi, ketika pemerintah mulai memperhatikan kesejahteraan guru, mereka dituntut agar professional dan tidak boleh salah dalam proses mendidik siswa.
Baca juga : Dedi Dwitagama : Gegara Komitmen Menulis di Blog, Bisa Diundang Keliling Indonesia dan Beberapa Negara
Dalam proses pembelajaran dan pembinaan, guru sering disalahartikan sehingga banyak yang menafsirkan lain dan tak sedikit beredar berita yang tidak bagus di media terkait kasus yang melibatkan seorang guru baik itu tindakan perundungan, penganiayaan, pelecehan hingga berakhir di meja hijau. Semua pemberitaan ini berdampak pada guru secara umum.
Perlu diingat, bahwa guru bukan saja mengajar atau mentransfer ilmu pengetahuan saja. Dalam UU No. 14 Tahun 2005 bawa guru dan dosen tidak hanya mengajar, tapi juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi.
Baca juga : Kombis Bagi-Bagi Buku ke Ponpes Tazkiyah Insani Pengasinan
Guru juga manusia, yang kadang salah ketika melakukan pembinaan kepada siswanya dan beragam aktivitas yang dilakoninnya. Ketika guru salah bersikap terhadap siswa, maka akan dinilai sebagai perundungan. Sepatutnya masyarakat bersikap lebih bijaksana dan tidak berlebihan. Pemberitaan kesalahan guru kadang dilebih-lebihkan, tidak sesuai kenyataan dan menambah citra buruk guru.
Kita harus lebih obyektif ketika ada kasus guru di sekolah dan diberitakan bahkan diviralkan di media massa sehingga masyarakat bisa berkunjung ke media tersebut untuk mengetahui berita secara utuh.
UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak seolah-olah menjadi alat yang ampun dalam menghilangkan fungsi mendidik bagi guru. Jika salah sedikit, guru akan dilaporkan dengan berbagai aduan akibat perbuatan guru terhadap anaknya.
Baca juga : JK Rowling Juga Rebahan
Sehingga guru harus berhati-hati dalam melakukan kegiatan pembelajaran dan proses pembinaan agar tidak dinilai salah dan dianggap sebagai tindakan perundungan.
Hal ini tentu akan memberikan dampak bagi fungsi mendidik dan membina yang dilakukan guru. Jika fungsi ini hilang, maka guru tidak akan maksimal dalam membentuk siswa yang berakhlak mulia.
Baca juga : Teknik Menulis Reportase di Era Digital
Ketika ada guru yang melakukan proses pembinaan hingga melakukan pendekatan fisik, karena memang kesabaran guru terbatas. Seharusnya orang tua melihat persoalannya ini dengan luas dan bisa diselesaikan dengan kekeluargaan.
Mari kita sama-sama
merenungi, bahwa proses pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara guru
dan orang tua. Keduanya harus seiring sejalan agar proses pembelajaran dan
pendidikan tercapai. Orang tua dan guru jangan menjadi musuh, dan jangan saling
menanam dendam dan amarah dalam proses pendidikan.
Guru diberikan saran, arahan dan diingatkan jika memang ada hal yang kurang dalam proses pendidikan. Guru bisa mengubah pola mengajarnya dengan lebih menyenangkan dan tidak melakukan pendekatan fisik dalam menyelesaikan masalah. Lakukan pendekatan humanis agar pembelajaran lebih berkesan dan bermakna.
Peran orang tua dalam proses pendidikan sangat penting dalam memberikan perhatian dan dukungan kepada anak agar lebih semangat. Orang tua juga bisa melihat lebih jernih dan tidak menelan mentah-mentah ketika ada laporan dari anaknya.
Baca juga : Kombis Gelar Webinar Series 4 Dari Blog Menjadi Buku
Guru mempunyai tugas yang tidak mudah dalam menciptakan generasi penerus yang berkualitas untuk menjadi pemimpin bangsa kelak. Guru juga mempunyai tanggung jawab besar dalam mendidik siswa. Peranya tidak hanya mengajar dan mentransfer ilmu pengetahuan, tapi juga mendidik siswa agar mempunyai karakter yang baik.
Jika perannya hanya sebatas
mengajar, maka bisa digantikan dengan teknologi atau buku-buku pelajaran. Dalam
proses mendidik, membina, guru tidak bisa digantikan dengan robot.
Ki Hajar Dewantara pernah mengungkapkan bahwa menjadi guru bukan saya mengajar untuk memberi pengetahuan saja, tapi juga mendidik agar siswa mandiri dalam mencari pengetahuan dan menggunakan untuk hal yang baik serta bermanfaat untuk kepentingan masyarakat.
Proses mengajar dan mendidik harus berjalan secara bersamaan. Jangan sampai hilang salah satunya.
Penulis : Hery Setyawan (guru
di SMP Negeri 42 Jakarta dan CGP Angkatan 8 Provinsi DKI Jakarta)
Editor : Deni Darmawan
Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis,
tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kombisindonesia.com
**) Rubrik
opini di KOMBIS Indonesia terbuka
untuk umum. Panjang naskah sekitar 600 atau 700 kata. Sertakan riwayat hidup
singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah
dikirim ke alamat e-mail: belajarmenulisid@gmail.com
**) Redaksi
berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah
dan filosofi Kombis.
**) Bagi
penulis yang artikelnya sering diterbitkan akan mendapat merchandise Kombis.
1 $type={blogger}:
Write $type={blogger}Setelah membaca artikel Bapak, ternyata kita semua perlu kerjasama antara sekolah,warga sekolah,siswa dan orang tua. Terutama orang tua di mohon untuk menyaring laporan dari putra-putrinya, agar dpt menyimak dg benar, agar TDK ada lagi ada salah paham agar guru TDK melulu ada Pada posisi salah terus dan akan kembali pada harlah semula
Reply