Berapa banyak orang yang ingin menulis, namun hanya
sebatas ingin dan pengin. Menulis hanya sekedar wacana dan teori belaka. Dalam
realitanya, bak tong kosong nyaring bunyinya. Menulis itu butuh praktik, persis
seperti pendidikan vokasi. Teori hanya 20 persen, 70 persennya adalah praktek.
Bisa anda bayangkan, seseorang yang belajar berenang
namun dijejali teori. Dijamin, sampai kapanpun tidak bisa berenang. Jadi,
menulis itu seperti belajar naik sepeda. Nabrak dan nyungsep dulu, baru bisa
ahli. Bahkan kaki bukan lagi untuk menggenjot, tapi akan ditaruh di atas stang.
Saking ahlinya!
Baca juga : JK Rowling Juga Rebahan
Saya pun jatuh bangun belajar menulis. Mulai dari kecebur
ke dunia media cetak sampai mengikuti berbagai kursus kepenulisan sudah saya
lakonin. Bahkan, ditawarin pelatihan menulis hingga tulisan tembus ke berbagai
media, namun syaratnya bayar dulu satu juta.
Dari berbagai pelatihan yang saya ikuti, pelatihan ini
yang paling guede bayarannya. Yang membuat mahal adalah pendampingan peserta
hingga mahir menulis di berbagai media. Jujur, saat itu saya tidak punya uang
sebesar itu. Dengan halus saya tolak “pengin seh ikut, tapi duitnya gak ada,” ujar saya kepada salah satu
mentor penulis itu.
Dari semua rangkaian pelatihan penulisan yang saya ikuti
baik offline ataupun online, semua hanya teori dan teori. Kalaupun ada tugas,
hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Mendapat sertifikat kepenulisan dan semua
selesai. That’s it.
Kalaupun semua peserta dikumpulan dalam sebuah grup
menulis, itu pun hanya ajang menjual buku atau menulis serampangan.
Baca juga : Gegara Menulis di Blog, Dapat Cuan Hingga Undangan ke Istana Presiden
Dari segala rangkaian kegiatan menulis dan pengalaman,
saya bertekad terus belajar menulis dan menulis. Bahkan selama pandemi, saya
sudah menulis puluhan artikel yang diterbitkan di berbagai media online.
Mengantarkan dan memotivasi mahasiwa dengan langkah nyata agar bisa menulis
hingga tembus di berbagai portal
berita media online.
Saya juga pernah berbagi pengalaman dengan para penulis pemula yang ingin belajar menulis melalui grup Whatsapp. Semua serba gratis dan tidak dipungut biaya. Ssaya hanya melihat kesungguhan niat dan kesungguhan belajar.
Baca juga : Makna Perpisahan Kelas
Wadah menulis pun sudah saya siapkan. Jadi, mereka bisa menulis artikel opini di website Kombis. Caranya mudah, kirim saja melalui email sesuai persyaratan. Bagi penulis yang aktif menulis akan mendapat souvernir Kombis.
Website Kombis akan terus menampung ide dan gagasan para penulis pemula. Dengan harapan, semua sahabat Kombis semakin mahir menulis dan bisa berbagai inspirasi untuk meningkatkan literasi anak bangsa.
Penulis : Deni Darmawan (Penulis Buku Kreativitas Menulis Kaum Rebahan)
Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kombisindonesia.com
Yuk, kirim artikel ke Kombis
**) Rubrik opini di KOMBIS Indonesia terbuka untuk umum.
Panjang naskah sekitar 600 atau 700 kata. Sertakan riwayat hidup singkat
beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: belajarmenulisid@gmail.com
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila
tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi Kombis.