Oleh: Evi Yuliyanti, Mahasiswi Prodi Sasing UNPAM dan Anggota Komunitas Belajar Menulis-KOMBIS.
TIMESINDONESIA, TANGERANG – Efek pandemi yang sudah hampir dua tahun ini kita semua menjalani kegiatan belajar mengajar melalui jarak jauh. Dengan tujuan memutus rantai penyebaran Covid-19 agar semua tetap terjaga dan aman di rumah asing-masing. Awal diumumkannya keputusan ini. Guru, orangtua dan siswa untuk belajar di rumah. Semua bisa menerima dan mulai beradaptasi dengan kebiasaan baru yaitu belajar dalam jaringan (Daring).
Melalui aplikasi terbaru yang ada google meet, zoom, google form dan sejenisnya. Aplikasi tersebut sangat membantu banyak orang. Bagaimana kapasitas peserta yang bisa sampai ratusan. Tols pilihan untuk berbicara atau pun diam, video atau tanpa video pun untuk presentasi menjelaskan materi dapat dengan mudah dibagikan tergantung kelincahan jari kita klik.
Kemudahan tersebut sangat membantu bahkan menghubungkan yang ada dirumah dengan mereka yang ada di luar negeri. Bisa saling sapa dalam forum yang sama melalui layar. Di samping kemudahan tersebut terdapat juga hambatan yang tidak bisa dianggap remeh. Karena akan menjadi beban baru untuk yang merasakanya.
Dan hambatan tersebut di antaranya sebagai berikut :
1. Orang tua yang tidak memiliki Android
3. Keterbatasan paket internet
Kesulitan-kesulitan tersebut jika terus diabaikan akan memberi dampak negatif. Dimana para siswa yang akan terus tertinggal banyak materi. Menjadi beban baru untuk orang tua. Anak yang kurang penjagaan dan perhatian.
Sehingga ke depannya pembelajaran dan materi baru tidak bisa diterima dengan baik oleh siswa tersebut. Jika materi diulang akan menghambat materi selanjutnya dan menjadi double tugas untuk guru.
Orang tua merasa bersalah pada anak karena tidak mampu memenuhi kebutuhan anak tapi dari sisi lain tidak ada lagi hal yang bisa dilakukan. Akhirnya beberapa orang tua yang berpikir pendek, menjadi pengemis, mencuri atau menjual organ tubuh seperti yang pernah terjadi.
Anak-anak yang kurang perhatian dan kurang penjagaan akan tumbuh dengan emosi yang kurang stabil. Menjadi susah diarahkan. Atau menjadi anak-anak yang pasif. Kedua-duanya sama-sama tidak baik untuk ingatannya yang akan datang. Di mana luka pada masa kanak-kanak akan teringat hingga dia dewasa dan membentuk karakternya saat bersosialai dengan temen – teman yang lain.
2 tahun bukan waktu yang singkat untuk anak-anak belajar di rumah dengan segala kendala yang dihadapi. Jika PPKM ini terus diperpanjang dan sekolah daring terus dilakukan maka akan semakin banyak juga masalah baru yang dihadapi para guru di masa yang akan datang. Karena dunia pendidikan bukan hanya milik mereka yang berdasi yang di rumah bebas akses wi-fi. (*)